Willem Dafoe: Pengalaman ‘Aquaman’ Sangat Berbeda Dari ‘Spider-Man’
Sudah 18 tahun sejak rilisnya trilogi Spider-Man versi Sam Raimi. Namun sebentar lagi, Willem Dafoe akan kembali bermain dalam film superhero. Kali ini ia akan berpindah dari Marvel ke DC, tepatnya di film Aquaman. Sang aktor veteran sudah pasti akan memainkan karakter Vulko di film besutan James Wan tersebut yang akan rilis bulan depan.
Dalam wawancaranya baru-baru ini dengan CinemaBlend, Willem Dafoe mengungkapkan bahwa pengalaman membuat film Aquaman dan Spider-Man sangat berbeda. “Keduanya berbeda. Sangat berbeda, karena keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Keduanya menggunakan bahan yang berbeda, bekerja dengan tujuan yang berbeda. Namun itu tidak apa-apa!”
Sang aktor berkata bahwa ia tidak keberatan bahwa kedua film superhero tersebut berbeda. “Saya suka melakukan bermacam hal karena dengan begitu Anda tidak terhenti. Anda tidak mulai percaya bahwa hanya ada satu cara untuk melakukannya. Anda tidak mulai percaya bahwa hanya ada satu cara hidup. Dan Anda tidak mulai percaya bahwa hanya ada beberapa jenis film yang pantas untuk dibuat. Hal tersebut membuat Anda tetap luwes,” jelas Willem Dafoe.
Ketika diminta untuk membandingkan dan membedakan pengalamannya di Spider-Man dan di Aquaman, ia menjelaskan bahwa keduanya adalah dua petualangan yang sangat berbeda. Ia juga sebenarnya sangat menyukai perbedaan tersebut.
Di Spider-Man, Willem Dafoe sempat memerankan karakter Norman Osborn alias The Green Goblin. Karakter tersebut adalah musuh utama di film pertama dan kemudian sempat muncul beberapa kali di sekuelnya.Sedangkan perannya di Aquaman tidak akan sebesar itu. Karakter Vulko yang ia perankan hanyalah seorang guru bagi Aquaman. Bahkan dari situ sudah terlihat jelas bagaimana berbedanya proses syuting kedua film tersebut.
Willem Dafoe juga menjelaskan bahwa menemukan keberagaman dalam proyek yang ia pilih adalah aspek penting dalam pekerjaannya. Ia menyadari bahwa ia berada pada tempat yang spesial di karirnya yang memberikan kebebasannya untuk memilih. Namun ia juga merasa bahwa hal tersebut penting ada untuk membuatnya tetap terhubung dengan pekerjaannya.
“Itu indah dan ini sebuah privilese untuk bisa memiliki berbagai macam pengalaman itu. Dan saya tidak menilai apapun dengan membandingkannya dengan hal lain. Saya punya beberapa preferensi, namun saya tidak bertumpu pada itu. Ini seperti hubungan saya dengan teater dan film. Saya suka bermain teater, namun ketika saya bermain teater, saya sedikit merindukan film. Ketika saya bermain di film, saya suka itu, namun saya rindu teater! Sepertinya itu naluri manusia.”